Jumat, 12 November 2010

MANUSIA dan ILMU PENGETAHUAN


Dunia sastra Indonesia pernah dihebohkan oleh sebuah puisi Sitor Situmorang yang berjudul “Malam Lebaran.” Puisi itu memgundang polemik bukan karena ‘kerumitannya,’ melainkan lantaran ‘kesederhanaannya’ yaitu cuma berisikan satu baris kalimat yang tersusun dari empat kata: “Bulan di atas kuburan.” Orang-orang pada bingung: bagaimana menafsirkan puisi itu? Kritikus sastra pun jadi ikut sibuk menafsirkan.

Mereka yang menganut paham naturalisme dan positivisme meyakini Sitor pasti telah melakukan kesalahan. Mana mungkin dia dapat melihat bulan pada malam lebaran? Bukankah pada malam itu bulan tidak dapat dilihat mata telanjang, sehingga para penentu saat akhir masa puasa harus menggunakan teropong untuk menentukan apakah bulan sudah muncul. Kesimpulannya: Sitor ngaco.

Lain lagi dengan pendapat kritikus yang menganut paham simbolik. Menurut mereka Sitor tidak melaporkan keadaan alam empirik lewat puisi itu. Benda-benda yang disebut dalam selarik puisi itu adalah simbol dari hal lain. Lantas, para penganut paham ini membuat penyejajaran antara malam dengan kuburan, serta Lebaran dengan bulan. Malam dan kuburan dianggap memiliki kesejajaran kualitas: gelap, hitam, kotor; sementara bulan dan lebaran berkonotasi pada: terang, putih, bersih. Dalam puisi tersebut kedua kualitas tersebut diperantarai oleh kata “di atas.” Dengan demikian, secara keseluruhan puisi Sitor yang paling ekonomis itu bermakna (dimaknai): terang (putih/bersih/suci) di atas (mengatasi) gelap (hitam/kotor/dosa).

MANUSIA Sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial


Sebelum melangkah lebih jauh, mungkin kita perlu menengok definisi dari Manusia atau orang. Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.
Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.
Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.